GAYAMEDAN.COM - Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menegaskan bahwa kepemimpinan inklusif dan rasa cinta tanah air merupakan dua fondasi penting dalam menyiapkan generasi muda menuju Indonesia Emas 2045. Menurutnya, kepemimpinan yang inklusif berarti memberikan ruang bagi semua lapisan masyarakat untuk didengar, berkarya, dan berkontribusi tanpa terkecuali.
“Kami di Kota Medan menciptakan slogan Medan untuk Semua dan Semua untuk Medan. Ini bukan sekadar semboyan, tetapi komitmen agar setiap warga—termasuk pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas—mendapat kesempatan yang sama untuk berperan dan berkarya,” ujar Rico dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertema “Kepemimpinan Pemuda Menuju Indonesia Emas 2045” yang digelar secara daring, Rabu (29/10/2025).
Kegiatan yang dibuka oleh Dr. Lestari Moerdijat, S.S., M.M., Wakil Ketua MPR RI, ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional seperti Billy Mambrasar (Tokoh Muda Papua, Pendiri Yayasan Kitong Bisa), Nicky Clara (Pemimpin Muda Inklusif), dan Shana Fatina (Pengusaha Muda Ramah Lingkungan). Turut hadir pula Lathifa Al Anshori, Saur Hutabarat, dan Anggiasari Puji Aryatie sebagai moderator dan penanggap.
Rico Waas mengajak generasi muda untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan dengan memahami ideologi Pancasila secara mendalam.
“Tidak ada ideologi lain selain Pancasila yang harus kita pedomani. Nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial harus benar-benar diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” tegasnya.
Wali Kota Medan itu juga menyoroti pentingnya memberikan ruang kepada pemuda untuk bersuara dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa. Ia menuturkan bahwa perjalanan kariernya sendiri dimulai dari dunia seni dan desain komunikasi visual.
“Saya dulu seorang seniman dan desainer, bukan politisi. Tapi saya merasa gelisah: mengapa orang-orang kreatif tidak ikut membangun bangsa? Dari kegelisahan itu, saya mulai mencari ruang untuk berkontribusi,” kisahnya.
Rico mengungkapkan, pengalaman itu membawanya pada tanggung jawab sebagai Wali Kota.
“Kepemimpinan sejati adalah mendengarkan. Menjadi pemimpin berarti leaders make leaders—setiap pemimpin harus melahirkan pemimpin baru,” ungkapnya.
Selain menyoroti kepemimpinan, Rico juga mengingatkan pentingnya menjaga nilai sosial di tengah disrupsi digital.
“Kita sering duduk satu meja tapi sibuk dengan gawai masing-masing. Padahal kekuatan bangsa kita justru terletak pada interaksi sosial dan gotong royong. Karena itu, kami di Medan menghidupkan kembali kegiatan poskamling dan siskamling untuk memperkuat kebersamaan,” jelasnya.
Rico turut mengingatkan generasi muda agar tidak kehilangan kecintaan terhadap budaya lokal.
“Budaya kita sangat kaya. Di Medan, setiap suku memiliki kuliner, musik, dan cerita rakyat yang unik. Jika dikembangkan dengan sentuhan modern, bisa menjadi kekuatan ekonomi kreatif yang membanggakan. Dari sanalah lahir rasa cinta tanah air,” ujarnya.
Ia menambahkan, Pemko Medan terus mendorong inklusivitas melalui berbagai program pelatihan dan pemberdayaan bagi pemuda serta penyandang disabilitas.
“Kami ingin memastikan setiap warga memiliki kesempatan yang sama untuk berkarya. Pikiran manusia tidak terbatas oleh kondisi fisik. Karena itu, kami membuka ruang bagi semua untuk berinovasi,” katanya.
Menutup pemaparannya, Rico Waas mengajak generasi muda menjauh dari sikap skeptis dan apatis.
“Tenaga, pikiran, dan waktu kita sebaiknya digunakan untuk bekerja bagi masyarakat. Kepemimpinan bukan tentang ego, tapi tentang memberi kesempatan bagi semua untuk maju,” pungkasnya.
